Tipu

Leave a comment
Papua / Tentang kawan

Ketemu XO lagi di sebuah bar di Timika. Seperti biasa dia lagi mabuk dan begitu mendapati diriku, dia langsung mengeluarkan semua keluhannya. Topiknya kali ini masih ada hubungannya dengan pertemuanku terakhir dengannya.

Aku dengarkan saja. Kali ini dia bilang akan bakar kantorku. Aku dengarkan saja. “Kamu datang kesini bikin apa?” Aku dengarkan saja.

Demikian pula dengan semua yang dia sampaikan kepadaku dalam waktu kira-kira 2 menit kemudian. Sambil sesekali ditingkahi telunjuk tangan yang seperti mau lepas dari tangannya dan menancap di mataku, cegukan karena terlalu banyak bir, hentakan tangan di meja yang (bisa) terdengar seperti gebrakan keras. Semua aku dengarkan.

Badannya yang pendek tidak menutup kemungkinan untuk sebuah perkelahian. XO memiliki otot yang liat dan berat badan yang cukup proporsional dan lincah jika bermanuver. Tangan dan kakinya telah terbiasa untuk “skirmish” sepele macam ini. Dan jenggotnya yang lebat. Pria gahar sekalipun akan sontak merasa gentar jika mendengar suara XO menggelegar.

Aku tahu, M dan S, dua orang ekspat yang berdiri di sampingku pasti mengikuti perkembangan diskusiku dg XO. Mereka cukup tahu Bahasa Indonesia dan cukup paham untuk tidak ikut campur. Mereka pura-pura ngobrol soal pertandingan tenis di Australia.

Memang seperti itulah adatnya di Timika (setahuku sih). Jika ada dua orang atau dua pihak yang saling berselisih paham dan bersitegang, orang lain yang kebetulan ada di situ tidak serta merta menjadi seorang juru damai. Dia harus mengamati terlebih dahulu, membiarkan pertengkaran terus terjadi, hingga akhirnya dia memutuskan untuk ikut campur.

“Kamu mau bayar?” Tanya XO.
“Belikan 1 kaleng untuk saya.” Kali ini aku tidak merespon. Aku pergi ke istriku karena ternyata bar sedang tidak menerima kartu debet dan kredit.

Ketika aku balik dia sudah ngeloyor pergi dengan beberapa kaleng bir. Kata penjaga bar, yang heran setengah mati kok bisa aku kenal dia, bilang: “Itu dia mabuk, mas. Kalau sadar dia sopan sekali orangnya.”

“Ya saya tahu, mbak.” Balasku. Dalam hati aku mencoba mengingat apa yang aku rasakan di pertemuan terakhirku dengan XO. Ya, saat itu dia sedang sadar dan tertunduk lesu. Seperti orang kalah.

Orang macam XO ada banyak. Ketika sedang sadar hari-harinya penuh dengan pengalaman kena tipu.

Ada teman yang bilang, karena itulah dalam kondisi mabuk XO berani lantang menyuarakan kemarahannya. Atau jika pas, marah langsung ke orang-orang yang dianggapnya bagian dari masalahnya. Bisa teman mabuknya sendiri, bisa juga orang lain yang kebetulan kenal dan sedang berada di sekitar situ. Seperti aku di malam itu.

Ada juga yg pura-pura mabuk lalu marah-marah. Mungkin sekedar ingin merasakan bagaimana rasanya menipu.

The Author

Sementara ini tinggal di Timika, Papua

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s