Sorghum di Timika

Leave a comment
Papua / Tentang kawan

Alkisah, di bulan Desember 2016 ada pembicaraan antar provinsi soal budidaya Sorghum di Papua. Dalam pembicaraan itu, seorang oknum dengan pede-nya bilang kalau di Papua pernah ada penanaman Sorghum. Tapi di Papua Nugini. Tidak lupa oknum kita itu menyertakan tautan berita hasil penanaman Sorghum di sebuah tempat di Papua Nugini bernama Lembah Markham. Oknum itu jadi ingat Aliarcham, anggota Sarekat Islam Merah yang dibuang ke Boven Digoel oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda dan tentu saja buku berjudul “Pangan” yang pernah dia edit saat bekerja di @insistpress, ada soal Sorghum di buku itu. 

Pembicaraan itu kemudian disambung dengan diangkutnya benih-benih sorghum oleh @josephine_pranoto ke Timika, Papua. Rencananya akan ditanam di halaman belakang sebuah rumah, tapi setelah disurvei oleh @vembriwaluyas, diputuskan banwa kondisi tanah “tidak feasible.” 

Benih kemudian berpindah tangan ke Kang Oji, kawan baik oknum kita itu. Dengan ketangkasan Kang Oji, Sorghum akhirnya mendapatkan tempatnya untuk hidup di bilangan SP (Satuan Pemukiman) – 3, Timika, Papua. 

Cara Kang Oji adalah sebagai berikut: benih Sorghum di”deder” selama 6 jam, biar jadi kecambah dulu. Benih yang mengambang dibuang. Tujuannya, kata Kang Oji, “biar airnya masuk ke dalam benih dan merangsang pertumbuhan benih.” Sebuah pengetahuan yang Kang Oji dapat dari pengalaman Ibunda Kang Oji membuat tempe. 

Di rumahnya, Kang Oji pernah menanam benih jagung tanpa dideder. Hasilnya, tumbuhnya ga rata. Ada benih yang tidak tumbuh. “Kalo tumbuh semua gini kan enak dipandang,” kata Kang Oji sambil menunjukkan Sorghum yang sudah tumbuh setinggi kira-kira 5 cm sejak ditanam 10 hari sebelumnya. 

“Tanah di sini merah. Pupuknya alami aja. Cuma pake tanah yang dibalik,” kata Kang Oji sambil menyuguhkan makanan. 

Rencananya setelah Sorghum bisa dipanen, Kang Oji akan mengolahnya menjadi tape dan sebagai pengganti beras. Tidak perlu peresmian atau pencanangan panen raya Sorghum seperti di Keerom, Papua, walau tentu saja itu berita yang baik juga. 

Yang begini saja sudah cukup, kata sang oknum. Sudah jadi semacam pembuka sebuah pembicaraan yang lebih maju. Seperti kata V kepada Evey Hammond, “there, the overture is finished… [come] we must prepare for the first act.” 

The Author

Sementara ini tinggal di Timika, Papua

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s