Sepeninggal Kasbi pada bulan Oktober 2011, tidak ada kucing lagi yang tinggal di dalam rumah kontrakanku. Aku bahkan sempat berjanji untuk tidak pelihara hewan lagi. Berat membayangkan kalau harus kehilangan lagi. Apalagi rumah cuma ngontrak. Hingga suatu hari, terjadilah suatu rangkaian peristiwa yang membuatku harus membuat sebuah tempat tersendiri untuk kucing. Yang aku ceritakan berikut ini cuma ringkasannya saja. Lain kali akan kuceritakan secara khusus soal nama-nama kucing yang aku sebut di bawah ini.
Semua bermula dari datangnya seekor kucing yang bernama Ben. Kucing garong berwarna oranye itu awalnya sering nampak di halaman dan di rumah sebelah, Dia jadi sering ke rumah setelah aku beri makanan kucing peninggalan Kasbi. Suatu hari Ben muncul di rumah dengan seekor anak kucing dekil berwarna oranye-putih yang pemalu tapi setelah kenal dengan rumahku dia sangat manja dan gila perhatian. Setelah sempat tidak punya nama selama seminggu, hingga akhirnya aku beri nama dia Minyu.
Di rumahku, Minyu jadi pusat perhatian dan hiburan. Karenanya, dia jadi kucing yang sehat, cerdas, dan nakal tentu saja (mungkin karena Minyu selalu tinggal di dalam rumah). Ben semakin lama semakin berkurang kunjungannya ke rumahku karena selalu diserang Minyu.
Sekitar tiga bulan kemudian, datanglah seekor kucing belang telon (tiga warna) yang lucu. Ada bekas luka di lehernya bekas digigit kucing garong. Minyu, yang sudah jadi mother superior di rumahku, mendua sikapnya dengan kehadiran kucing itu. Kadang nampak memusuhi, kadang nampak senang. Si belang telon bergeming. Dia sudah muak dengan para kucing garong yang hanya menginginkan tubuhnya. Dia perlu rumah dan kasih sayang. Akhirnya dia aku terima untuk tinggal di rumah, sekalipun aku curiga dia sudah hamil. Si belang telon itu kuberi nama Jennifer Mekitron. Nama panggilan: Onyong.
Ternyata Onyong memang hamil. Dia melahirkan lima anak kucing yang lucu-lucu. Dengan pengalamanku memelihara kucing dan anjing, aku mencoba merawat mereka. Resikonya jelas, aku keluar uang lebih untuk makanan dan pasir kucing. Untungnya di supermarket di Kuala Kencana dua barang itu tersedia. Dua anak Onyong kemudian meninggal karena kalah bersaing puting susu. Maka jadilah aku tinggal dengan lima ekor kucing di dalam rumah; Minyu, Onyong dan anak-anaknya, Minka, Minku, Minke.
Setelah melalui berbagai pertimbangan, Minyu aku steril. Rencananya, setelah Minyu sembuh aku akan mensteril Onyong. Tapi rupanya benar apa kata orang, manusia berencana Tuhan menentukan. Pada suatu hari Onyong kabur dari rumah dalam kondisi sedang heat alias birahi. Para kucing garong yang banyak berseliweran di depan rumah tentu tidak melewatkan kesempatan itu. Onyong akhirnya hamil dan beranak lagi. Kali ini anaknya empat dan semua sehat walafiat. Mereka kuberi nama, Beni, Poni, Susi, dan Lusi. Jadi kini rumah kontrakanku dihuni 9 ekor kucing. Sebulan kemudian Pak Asep pemilik rumah bilang kalau kontrakan rumah tidak bisa diperpanjang karena akan dipakai keluarga Pak Asep. Cocok dah.
Untungnya, rumah di seberang rumah kontrakanku akan ditinggalkan pemiliknya pindah ke Jakarta. Mereka setuju dengan penawaran harga dan syarat yang aku ajukan; boleh bikin rumah kucing. Setelah sepakat aku langsung minta bantuan Kang Oji, seorang teknisi andalan di Kuala Kencana untuk membuatkan rumah kucing yang sudah aku desain.
Tepat seminggu sebelum aku harus keluar dari rumah Pak Asep, rumah kucing sudah rampung dikerjakan Kang Oji dan sangat cocok dengan yang aku bayangkan dan lihat di internet. Ada beberapa hal yang tidak sesuai rencana. Yang pertama, lokasinya. Awalnya aku ingin rumah kucing itu berada di halaman belakang. Tapi karena pemilik rumah membangun kamar-kamar kost di belakang, maka lokasi rumah kucing terpaksa dibangun di samping rumah. Kedua, akses ke dalam rumah. Aku ingin mereka bebas keluar masuk rumah dan rumah mereka. Rencana ini aku batalkan karena pemilik rumah tidak mengizinkan rumahnya dimasuki kucing. Oke, batinku, aku simpan rencana ini untuk rumahku sendiri kelak.
Rumah kucing, atau dalam bahasa Inggris disebut Cat Enclosure itu, luasnya 1,8 x 5 m. Cukup lah untuk menampung sembilan ekor kucing.
Kini, setiap malam aku menyepi di tengah-tengah para kucing yang sliweran. Nyepi untuk merenungkan peristiwa yang ku alami seharian, memikirkan masa depan kucing-kucing ini jika kontrakan rumah habis dan harus pindah rumah. Atas nasehat seorang teman, aku kini biasanya mengajak mereka berdoa supaya aku bisa punya rumah yang lebih layak untuk mereka.
Mohon doanya, ya.
Hiks, this is so moving. I am not particularly religious but I hope they all get a perfect home xoxo.
Amen, Vero. Where in Papua are you now?
Semoga dirimu dan kucing-kucing tersebut bisa mendapat rumah yang nyaman 🙂 saya ingin tanya-tanya tentang Timika, kalau berkenan – tolong email saya: anitasariyo@gmail.com. Terimakasih sebelumnya 🙂
Aminnn…. Terima kasih. Email sent. 🙂
Salam Kenal Pak
Semoga segera mendapat tempat (rumah) yang pas buat bapak dan kucing-kucingnya
Kucing saya malah ada 11 ekor pak, mungkin sebagian mau saya tawarkan untuk diadopsi.
Sekarang saya juga lagi berencana membuat tempat para kucing. Cuma masalahnya, rumah saya kecil dan tidak ada halaman, mungkin mo ambil salah satu sudut ruang buat tempat mereka.
Btw Bapak tinggal sendirian dirumah?
Terima kasih bu. Saya tinggal dengan 2 orang teman. Kebetulan rumah kontrakan ini lumayan luas jadi bisa pelihara kucing agak banyak. 🙂
Kontrakannya ada di dalam kota kuala kencana ya? Berapa harga per bulannya? Kalo pingin kontrak didalam situ apa wajib jd karyawan freeport dulu? Kalo karyawan trakindo bagaimana apa bisa juga?
Halo. Makasih sudah mampir. KK umumnya dihuni karyawan PTFI dan kontraktor2nya. Karyawan Trakindo banyak yang tinggal di sini. Harga kontrak cukup bervariasi. Kalau satu rumah dengan tiga kamar sekitar 30an juta setahun. Kalau paviliun atau rumah petak sekitar 1,5 – 2 jt per bulan.
Makasih mas infonya… saya rencana pingin menyusul suami lagi ke timika. Dulu pernah kost di kota timika,tp sekarang kepikiran pingin di kuala situ… Kalo punya cp pemilik kost disitu boleh di bagi ya . Hehehe…. makasih lagi…