Buku dengan judul yang unik ini sebenarnya adalah kumpulan tulisan Umberto Eco dalam kolom “Diario Minimo” dalam majalah sastra Il Verri di Italia, mulai dari tahun 1959 hingga tahun 1961. Berbeda dengan gaya ulasan kebudayaan di Italia saat itu yang selalu serius, kolom yang diasuh oleh Umberto Eco ini selalu bertolak dari pandangan personal Eco atas kehidupan sehari-hari dengan gaya tulisan yang sangat tidak serius, bahkan cenderung “edan”. Selain tulisan Eco sendiri, kolom itu juga kerap diisi oleh kliping dari berbagai surat kabar, kutipan-kutipan eksentrik, serta tulisan dari para penyair, penulis, kritikus sastra Italia.
Setelah disunting oleh penyair Italia, Vittorio Sereni, buku yang diterbitkan dengan judul sama dengan nama kolom asuhan Umberto Eco, segera mendapat sambutan hangat dari pembaca Italia. Baru beberapa tahun kemudian baru “Diario Minimo” diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan judul “Misreadings”. Saya kurang tahu apakah buku dengan judul “How to Travel with Salmon” ini memiliki garis silsilah yang sama dengan “Misreadings”.
Sebagai orang yang selalu terpaksa membaca kolom-kolom kebudayaan yang serius di berbagai bentuk terbitan di Indonesia, saya harus mengaku agak kesulitan membayangkan seperti apakah sebenarnya kolom Catatan Mini (kalau boleh saya menyadur bebas ‘Diario Minimo”) itu. Apalagi membayangkan beberapa buku Eco yang aduhai tebalnya, dan beberapa memang serius. Seperti buku Eco yang baru saja dibeli seorang teman, “The Island of the Day Before”. Baru pegang bukunya saya sudah mau tertidur. Dalam keadaan mengantuk, saya mendengar teman saya mengulas garis besar isi buku: bahwa itu adalah buku tentang petualangan seorang priyayi Italia yang kapalnya terdampar di sebuah daerah di Pasifik Selatan.
Sekalipun beberapa tulisan dalam buku ini bisa dengan gampang dibilang “edan”, tidak semua humor dalam buku ini bisa dimengerti dengan mudah.
Dalam bagian “How to Replace a Driver’s License”. Eco mengkritik birokrasi kepolisian dalam mengurus Surat Izin Mengemudi. Daripada mempekerjakan para birokrat, akan lebih efektif mempekerjakan para teroris, yang terbiasa memalsu berbagai macam dokumen, tulis Eco. Kelucuan yang kita dapat dari cerita tentang ribetnya mengurus SIM yang hilang itu akan dengan cepat menguap saat kita membaca “How to React to Familiar Faces” misalnya. Bagian yang diawali dengan pengalaman doctor kelahiran Turin, Italia ini, saat jalan-jalan di New York (Amerika Serikat), diakhiri dengan renungan Eco yang sejenis dengan perenungannya dalam bukunya “Travels in Hyperreality”: bahwa media massa membuat yang imajiner menjadi kenyataan.
Mungkin karena kemampuan Eco dalam bercanda ini, beberapa bukunya laku keras dan membuat karya-karyanya menjembatani celah antara “karya sastra” dan “tulisan popular”.
Buku ini sudah selayaknya mendapat perhatian kita, bisa sekedar untuk menemukan penyegaran dari kolom-kolom serius para “budayawan” di beberapa media massa atau untuk memulai diskusi kebudayaan yang lebih terbuka dan santai.