Transit di Bali

comments 2
Catatan Perjalanan

Sejak di bandara aku sudah bingung mau ngapain. Ke Kuta ya ngapain, tapi di bandara ya ngapain. Transit kali ini memang lama. Pesawatku tiba di Bali jam 17.15 WITA. Pesawat ke Timika baru berangkat jam 02.50 WITA. Pas check in di Juanda dapat kabar bagus sekali; bagasi harus diambil dan check in karena waktu transitnya lebih dari enam jam. Bagus.

Beruntunglah kalian yang punya teman atau saudara di Denpasar. Kalau tidak punya ya siap-siap aja seperti aku ini. Selesai ambil barang aku ke pintu keluar. Nemu troli remuk yang maunya belok kanan terus. Padahal tempat penitipan barang yang aku tuju lumayan jauh. Tempatntaya di kedatangan internasional. Jaraknya kurang lebih 500 meter. Satu tas dihitung 20 ribu rupiah. Uang di dompet langsung ludes setelah nitip satu tas dan satu kardus isi salak dan kopi. Kalau ga pake nitip barang aku bisa beli kaos di Matahari Kuta Square. Bagus-bagus kaosnya.

Oke barang beres. Sekarang cari ATM. Ternyata di Bandara Ngurah Rai ga ada ATM Niaga. Adanya cuma BCA di pojok pintu keberangkatan internasional. Habis dari ATM mampir ke Circle K beli minum dan rokok.

Aku seperti kucing yang selalu lupa apa yang hendak dilakukannya setiap dua langkah. Tanpa sadar aku sudah berada di dekat kedatangan domestik dan memesan segelas kopi. Telfon Sasi. Dia usul aku kembali ke penitipan barang dan ambil tas ransel. Laptop dipindah ke ransel. Tas jinjing dititipkan. Usul yang bagus sekali. Tapi toh akhirnya aku mencari taksi tanpa melakukan sarannya. Males aja jalan lagi ke penitipan barang.

Penyesalan memang selalu terlambat. Sekarang aku terjebak di sebuah kafe di Kuta Square dengan tas jinjingku yang berat. Tadi sempat nitip tas di Matahari. Dengan wajah masam, mbak yang jaga penitipan bilang kalau jangan nitip tas sampai Matahari tutup (jam 10 malam).

Setelah urusan tas beres sekarang urusan mau kemana. Situasinya: mendung gelap menggayut di langit Kuta. Benar saja, baru sampai di tikungan dekat Pantai Kuta hujan turun dengan deras. Seorang turis yang juga ikut berteduh mengeluhkan cuaca Bali yang hujan terus.

Hujan reda tidak lama kemudian. Pantai Kuta yang terakhir aku kunjungi tahun 1997 itu nampak gelap. Sebuah pohon tumbang hampir memenuhi jalan. Aku ingin mengingat saat-saat ketika aku mengunjungi pantai ini tapi tidak bisa, padahal ada banyak peristiwa yang aku alami di sini: suatu siang yang terik ketika Mama, aku, Yoke, dan Om Pedy berbicara dengan polisi Australia teman Om Pedy kemudian Om Pedy mengajari kami main body boarding; suatu sore ketika Dirun, Kembon, dan aku kebingungan mencari (Alm.) Didik. Kami semua sudah mengira dia hilang terseret ombak gara-gara main body boarding; ketika aku mencium bibir seseorang perempuan dan merasakan pasir pantai di kakiku terasa begitu dingin; ketika aku memotet seorang teman dan dia suka sekali dengan hasil jepretanku.

Ingatan mungkin seperti bahan kimia yang menghasilkan selembar foto. Dia bisa kadaluarsa dan tidak mampu menghadirkan warna-warna. Kita bisa melihat sosok-sosok di foto itu, tapi tidak cukup untuk membuat kita hadir di dalam foto itu. Ada jarak yang lebar antara aku-di foto itu dan aku-yang memegang foto. Musnah sudah semua ikatan dengan kenangan. Aku bisa mengingat potongan-potongan adegan tapi tidak mampu membuat semua potongan itu menjadi rangkaian yang enak dinikmati.

Ada perasaan sedih yang, anehnya, dengan gampang aku ingkari. Karena toh kini aku punya kenangan yang lebih segar soal pantai ini. Aku yang berjalan sendirian tanpa tujuan jelas dengan sepatu yang sangat tidak nyaman dan kena cipratan air dari sebuah taksi yang seenaknya melanggar genangan air.

Hujan kembali turun dengan deras ketika aku duduk di lantai dua sebuah kafe di daerah Kuta Square. Tidak ada Bali di lantai dua ini. Tempat yang sebenarnya bagus sekali jika dihiasi dengan teras ini ditutup oleh sebuah kaca besar dan lambang besar kafe yang sombong menantang para pejalan kaki. Di jalanan hanya ada etalase toko yang menjual pakaian pantai yang memajang manekin manusia, dan jajaran toko-toko.

Nyaris tidak ada bedanya dengan menunggu di bandara.

The Author

Sementara ini tinggal di Timika, Papua

2 Comments

  1. pipiyo says

    Hey, thanks for the information.
    Saya sedang mencari informasi soal concierge facility di Bandara Ngurah Rai, dan sampailah di blog anda. Nice story, and thanks for sharing. đŸ™‚

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s