Asik Ga Asik

Leave a comment
Tentang kawan

Di RT 4 Kuala Kencana ini kebanyakan rumah sudah jadi milik pribadi. Bukan lagi milik PTFI. Karena itu setiap rumah yang sudah dibeli dimodifikasi oleh sang pemilik rumah. Kebanyakan ditambah bangunan baru di belakang rumah inti. Seperti halnya rumah yang aku tempati ini. Sang pemilik, Bu Marpaung, menempati rumah yang dia bangun di belakang. Tepat menempel di rumah utama. Karena itu rumah ini, dan banyak rumah lainnya di RT 4 tidak memiliki halaman belakang.

Selain rumah tinggal di bagian belakang rumah utama, ada juga yang menambahkan warung di sisi kanan atau kiri rumah utama. Seperti rumah di depanku ini. Selain berfungsi sebagai warung, bangunan itu juga berfungsi sebagai teras rumah.

Biasanya jam 8 sudah tutup. Tapi dua malam ini warung buka hingga jam 10 dan ada dua orang laki-laki yang ngobrol.

Hari ini, setiap kali aku melangkah keluar dari rumah untuk merokok di teras, mereka masih saja nongkrong. Semakin malam rupanya semakin gayeng. Sedangkan suasana di Kuala Kencana, seperti biasanya, semakin malam semakin sepi. Malam dihiasi oleh suara jangkrik, dan sesekali suara gonggongan anjing.

Dan hal itu yang membuat obrolan mereka nampak semakin hangat. Lampu di teras mereka mengeluarkan pendar aneh yang hanya akan kamu lihat jika pelupuk matamu terbasahi oleh air mata.

Untuk beberapa saat mereka tidak bertukar kata-kata. Hanya terdiam memandangi asap rokok yang membubung ke lampu. Asap yang datang ke pusat cahaya ternyata tidak membuat pendar aneh itu berkurang. Pendar itu justru semakin kuat dan nuansa yang muncul semakin tak bisa digolongkan dalam semua kompartemen perasaan kita.

Sesaat kemudian mereka kembali ke dalam pembicaraan. Aku sebenarnya ingin terus mengamati mereka, sambil menikmati batang rokok yang kedua. Tapi aku kira sudah cukup. Sudah cukup membuatku teringat akan obrolan-obrolan kita di teras rumah Malang dan di sebuah malam di Kaliurang.

Coba kau ingat-ingat apa yang kita obrolkan sebenarnya di kedua kesempatan itu? Tidak ada sebenarnya. Tidak ada yang penting tepatnya. Di teras rumah di Malang kita cuma ngobrol soal togel dan masalah-masalah desa sambil memandangi ikan arwana yang berenang malas di dalam akuarium. Di Kaliurang obrolan digerakkan oleh permainan kartu jenis yang paling ecek-ecek, minuman. Hahaha.

Bedanya, obrolan teras di Malang berlanjut ke pencarian warung kopi hingga ke Turen, lalu kita menikmati pagi di kota kecil itu dan kebablasan hingga ke hamparan sawah yang mulai menguning padinya di selatan Turen. Sedangkan di Kaliurang kita mencari bir dan semangkok bakso di dalam areal wisata Kaliurang.

Kamu benar kawan. Kita mungkin terlalu kuno buat dia. Ga asik. Apa asiknya nongkrong di kota kecil. Kurang eksotik gitu loh. Ke Nepal kek. Traveling ke pulau-pulau kecil di bentangan wilayah laut Indonesia. Atau minimal ke Bali lah.

Tapi ya udah. Tidak perlu diperdebatkan mana yang asik dan yang ga asik. Ngobrolin hal yang asik saja seringkali malah membosankan, dan bikin capek hati. Apalagi mengangankan hal-hal yang asik.

Justru obrolan yang ”kosong” seperti di Malang dan Kaliurang itu malah yang buat hidup terasa asik banget.

Met jalan-jalan….

The Author

Sementara ini tinggal di Timika, Papua

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s