Sancaka, 19-01-2005

Leave a comment
Catatan Perjalanan
17:10 

Melakukan sebuah perjalanan selalu menyenangkan, walaupun banyak orang lebih suka dengan suasana di akhir perjalanan ketika mereka sudah sampai di tempat tujuan dan bertemu dengan mereka yang hendak ditemui, aku tidak selalu demikian. Terkadang, aku merasa bahwa sampai di tempat tujuan malah lebih sering membuatku rindu dengan tempat yang kutinggalkan. Oh tidak! Aku tak ingin terjebak untuk sekali lagi menjelek-jelekkan kota asalku lagi.

Itulah, untuk satu dan lain hal aku lebih menikmati suasana saat kendaraan masih berjalan. Perjalanan memakai mobil bersama kawan atau keluarga kadang memang mengasyikan walaupun tak selalu, mengasyikan jika memang sepanjang perjalanan kita bisa menikmatinya dengan cara kita sendiri. Ini tentunya tidak mudah dilakukan mengingat kita sudah saling mengenal seluruh penumpang yang tak terlalu banyak itu sehingga otomatis pula kita membutuhkan toleransi yang lebih besar satu sama lainnya. Jadi? Mungkin sejauh ini, aku merasa bahwa perjalanan jauh dengan memakai transportasi umum yang dilakukan baik sendirian atau bersama beberapa orang yang kita kenal, diantara mayoritas orang yang asing bagi kita ternyata lebih dapat memberi sensasi yang berbeda daripada alternatif cara transportasi yang lainnya. Karena aku belum pernah naik pesawat terbang ataupun kapal laut, maka sementara ini kereta apilah alat angkutan yang paling dapat memberi sensasi itu.

Banyak kejadian spontan atau bahkan yang tak terduga yang dapat terjadi di dalam perjalanan dengan transportasi publik seperti kereta api, walaupun begitu, kita tak perlu mempersiapkan apa-apa untuk menghadapinya karena toh semua akan lewat saat kita sudah sampai di tujuan. Nah, untuk yang tak terduga ini barusan terjadi persis di balik punggungku. Baru saja penumpang di gerbong ini tiba-tiba gaduh, kereta kami dilempari oleh beberapa orang di luar sana. Selama 5 menit, sekitar 3 kali lemparan batu yang aku rasa cukup besar terdengar disertai suara pecahan kaca-kaca, yang terakhir bahkan terjadi di bangku belakangku walaupun mungkin di telingaku suaranya agak tertutupi suara piano Nick Cave yang berkata “people just ain’t no good…”. Entah apa tujuan mereka, apakah mereka sekedar mencari hiburan atau memang mereka sedang marah dengan kereta yang selalu membuat bising tiap kali melewati rumah orang-orang itu.

Barangkali kereta memang salah satu alat transportasi penting selain kapal uap yang menyimpan banyak sejarah yang sering dihubungkan dengan dimulainya masa industrialisasi. Kisah-kisah tragis nyatanya selalu ada dibalik setiap perubahan zaman, yang paling sering kudengar barangkali kisah-kisah mengenai para pekerja yang membangun rel-rel kereta itu sendiri, apakah pelemparan-pelemparan itu adalah salah satu sisa-sisa wujud dendam terhadap mesin-mesin ini? Mungkin aku terlalu berlebihan.

Penumpang di gerbong ini masih saja gaduh dan banyak yang sesegera mungkin menutup tirai-tirai jendela di dekat mereka. Walaupun hari masih cukup terang namun aku tak dapat melihat siapa yang melempari kami, hanya ada sawah tanpa rumah di luar. Pelemparan terhadap kereta api mungkin memang sering terjadi, yang paling sering terjadi atau yang sering kudengar di berita adalah mengenai pelemparan terhadap kereta api yang mengangkut pulang para supporter bola yang biasanya baru saja membuat masalah dan membuat jengkel penduduk daerah yang baru saja mereka tinggalkan. Untuk yang sekarang ini entahlah, aku rasa para pelempar itu cuma mau bersenang-senang saja, mungkin mereka juga enggan membayangkan kalau yang duduk di depan jendela yang pecah itu adalah seorang ibu tua yang hanya bisa pasrah membersihkan pecahan kaca yang masuk ke mata dan sebagian lagi melukai wajahnya. Namun walaupun demikian, ternyata sekarang aku masih bisa mengatakan kalau aku menikmati perjalanan ini, barangkali karena bukan aku yang duduk di tempat ibu itu.

Begitulah, naik kereta api kelas bisnis yang bagiku terasa lebih nyaman dari naik bus yang ber AC sekalipun. Naik kereta selalu membuatku penasaran sejak langkah pertama yang kuinjakkan di stasiun. Penasaran pertama adalah apakah aku akan satu kereta dengan orang atau kenalan lama yang pernah aku kenal ataupun orang baru yang ingin aku kenal. Yang kedua adalah siapa yang akan duduk disebelahku, apa yang akan dia katakan dan bisakah aku kali ini jadi teman bicara yang baik. Sejauh ini, percakapan dengan orang di sebelahku tak pernah lebih dari 40 menit penuh basa-basi dan belum pernah pula kami saling memperkenalkan nama. Biasanya, setelah setengah hingga satu jam sejak aku menemukan tempat duduk yang terjadi adalah kami sudah mulai saling diam, akupun biasanya sudah mulai tenggelam dan menjadi tuli dengan earphone di kedua telingaku. Tetanggaku? Hmm biasanya sih dia juga sudah mulai sibuk, sibuk berupaya untuk menutup mata dan tidur.

Lalu dimana senangnya? Mengamati orang-orang yang lalu lalang dan yang duduk dengan diiringi musik di telinga rupanya masih kunikmati sebagai hiburan tersendiri. Membaca atau menulis di kereta sangat jarang kulakukan karena hasilnya selalu tak bisa maksimal. Musik, perjalanan, orang asing dan suasana diam seolah membuatku seperti sedang ada di sebuah film, atau barangkali sebuah video klip kukira, video klip dari Massive Attack dan sejenisnya. Melihat ke jendela juga seakan-akan membuatku mendapat inspirasi walaupun tak jelas inspirasinya apa; barangkali inspirasi yang akan muncul dalam mimpi saat aku tidur nanti. Inspirasi? mungkin perasaan itu hanya seperti perasaan saat kita memandangi hembusan asap rokok kita yang melayang-layang ke atas dan kemudian hilang…

— maybe I’ll named my daughter “electronica” —

The Author

Sementara ini tinggal di Timika, Papua

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s