comment 1
Tentang kawan

pace,

kamu ngungsi juga akhirnya. aku punya cerita garing. tentang seorang penjaga wartel di rungkut. ingat, ini hanya cerita, garing lagi. kalo kamu baca ini perasaannya kurang lebih sama seperti biasanya kita pura-pura saling curhat di kampus dulu.

dia duduk di halaman sebuah rumah jengki. tahu khan, rumah jengki? rumah-rumah tahun 70-an yang bentuknya aneh nan menarik itu. rumah itu sudah kehilangan fungsinya sebagai rumah, halamannya dipenuhi tumpukan kardus dan jajaran kotak telfon, sebuah kursi malas panjang di bawah pohon mangga, facade yang dipenuhi motor, karena garasinya menjadi tempat rental playstation. dari depan sudah terlihat bahwa ruang keluarganya berubah menjadi toko kelontong, ada rak-rak penuh barang dagangan dan mesin fotokopi.

dia berdeham. melihat pria itu dan mencoba bersikap sopan. perasaan asing yang ramah ini akan selalu muncul setiap kali kamu mendekati orang asing. dan orang itu, orang ambon mungkin, juga merasakan hal yang sama.

ketika dia melayaniku. kulihat disamping mesin fotokopinya ada kitab perjanjian lama yang sudah lusuh, di tembok belakangnya ada gambar yesus berdoa di taman getsemani.

“fotokopi berapa kali, bos(h)?”
“dua kali aja”

rambutnya keriting agak aneh. sepertinya dia harus menemukan teknik pelurusan rambut yang benar. badannya pendek, tapi pundaknya lebar. ada lagi yang lebar, senyumnya, yang dia tunjukkan sambil bertanya fotokopi tadi. senyum tulus yang mungkin hanya bisa kamu temukan di wajah teman sd-mu. pace, orang ini punya senyum.

“aslinya mana…pace?”
“…saya, dari kupang”
“saya pikir dari ambon”
“oh tida, saya dari kupang, iya”

senyumnya muncul lagi. tiba-tiba aku jadi benci dengan senyum jawa-ku. ternyata dia datang ke sini dua tahun yang lalu. dia sekrang tinggal di rumah saudaranya, yang katanya wajahnya mirip aku.

nah, garing khan?

ini puisi linus suryadi yang aku janjikan. aku temukan buku puisinya yang sduah lusuh di sebuah perpustakaan.

purwaka

“kutempuh perjalanan, kutempuh perjalanan”
Dia bernyanyi sepanjang lorong dan gang
Dia bernyanyi mengikuti irama dalam
“Tapi bukan karena ingin berjalan-jalan”

The Author

Sementara ini tinggal di Timika, Papua

1 Comment

  1. Berlin says

    tepat sekali.
    orang ambon sering salah mengenali aku sebagai orang ambon.
    aku tak sekali dua menyangka orang ambon sebagai orang kupang.
    atau kita sesungguhnya pace…?

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s