setelah menginjak kaki di terminal gambir, aku baru sadar; prioritas utama liburanku ternyata bukan kota sialan ini (jakarta), tapi justru kota yang aku kunjungi by accident dengan kalian. hei, tunggu dulu, salah kalau kamu kira karena cewek2nya, sekalipun ada benernya memang.
kota itu jadi menempel di kepala gara2 hawa dinginya. aku nggak tahu kenapa tapi biasanya di tempat dengan hawa dingin aku tidak lagi mencakar2 keberadaannku, kefanaanku di permukaan. di tempat dingin aku menyelami keberadaanku, berenang-renang dengan riang di dalamnya, untuk kemudian keluar membawa sesuatu bagi dunia. sambil berteriak lirih; “dunia! ini yang aku berikan buat kamu” atau “yes!! you fucking dancer!!” (sori, agak niru mark renton)
di tempat yang panas, seperti kotamu, kotaku juga (mungkin), susah sekali untuk menyelami keberadaanku. orang lain biasanya menilai pendapatku sebagai seuatu kelemahan, kemanjaan. sebagai pria aku mestinya harus fight dengan kondisi yang seperti itu. tapi sumpah mei, seberat2nya aku membayangkan diriku seperti pram yang lagi di pulau buru atau utuy yang menulis karena lapar, aku mampet, mampet, asu!
tapi gimana2 aku harus pulang besok, banyak yang nungguin. sekalipun aku tidak habis2nya bertanya, ngapain juga mereka nunggu aku?